Jumat, 06 Agustus 2010

Penyusunan APBD Minim Partisipasi Masyarakat

PALANGKA RAYA, Penyaksi_
Pemerintah Kota (pemko) maupun DPRD Kota Palangka Raya dalam menyusun Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) minim melibatkan partisipasi masyarakat.



Demikian dikatakan Distrik Program Oficer Laboratorium dakwah (Labda) Cabang Palangka Raya Yulina Tridewi, sesaat sebelum diskusi terfokus yang diselenggaran Labda, Kamis (5/8), di kum-kum.



Yuli sapaan akrapnya mengatakan, berdasarkan Undang-undang no 32 tahun 2004 pasal 139 ayat 1 dengan jelas menyatakan masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan Peraturan daerah (perda) maupun APBDtekan sang.



Namun, hingga saat ini pemko dengan DPRD belum mengajak, dan terkesan tak memberi ruang ke masyarakat. Misal, pada saat musyarawah rencana pembangunan (musrenbang) yang ikut hanya orang-orang tertentu dan tidak semua masyarakat dapat iku.



Bahkan, menurut penuturan masyarakat ada yang ingin menyampaikan usulan terhadap pemko saat musrenbang malah di suruh diam dan tidak diperkenankan menyampaikan usulan.



“Kalau seperti ini, bagaimana masyarakat dapat terlibat menyusun APBD maupun mengawasi pada pelaksanaan. Harusnya, pemko memberikan kesempatan terhadap masyarakat,” kata Yuli.



Disamping itu, berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan Labda dengan akttivis di organisasi kemasyarakat menemukan banyak kejanggalan dalam penyusunan APBD.
Karena, program-program yang dibuat mayoritas tidak berpihak pada masyarakat miskin, dan dasar yang digunakan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di lingkungan pemko tidak jelas.


Misalnya, program penanganan, pemberantasan, penanggulangan, dan kemiskinan, bencana, dan sebagainya, realisasinya hanya berbentuk penyuluhan, atau pelatihan.



Lebih anehnya, di APBD ada tercantum deskripsi pihak ke III anggaran untuk belanja dan honorarium pegawai negeri sipil (PNS) tidak jelas. Bagaimana bisa honor PNS sudah ada setiap bulan, tetapi di masukkan juga intensif untuk mengerjakan program.



“Anggaran honorarium seperti ini yang membuat APBD kebanyakan dihabiskan untuk Belanja tidak langsung atau gaji PNS daripada program bagi masyarakat,” kata Yuli.



Bahkan, terkadang dalam membuat program kerja dan anggaran tidak disesuaikan dengan kapasitas yang ditangani. Seperti, di Dinas Kesehatan, untuk pemberantasan dan pencegahan penyakit tidak menular hanya dialokasikan dana sekitar Rp3 juta.



Sementara, bila melihat dan memerhitungkan jumlah masyarakat Palangka Raya berkisar 200 ribu jiwa. Apakah cukup dana sekecil itu untuk mengurusi penduduk sebanyak itu, tidak sebanding.



Sehingga, untuk mengantisipasi agar hal tersebut tidak terulang kembali keterlibatan dan pengawasan dari masyarakat sangat di perlukan. Dan, pemko berkewajiban memberikan ruang tersebut.



“Korupsi itu terjadi karena minimnya pengawasan dari masyarakat dan adanya kesempatan. Kalau tidak seperti itu, korupsi akan terus menerus terjadi di setiap SKPD,” kata yuli.

1 komentar: