Jumat, 01 Juli 2011

Dokter Membedah Perut Pasien Dua Kali Tanpa Seizin Keluarga





Menguak Kebobrokan RSUD Doris Silvanus



Dua belahan di perut, usus masih berhamburan di luar perut. Sang Dokter memanggil dan meminta keluarga pasien ke ruang operasi untuk melihat dan mendengarkan adanya kesalahan mendeteksi penyakit. Padahal operasi tak perlu dilakukan.



PALANGKA RAYA_Penyaksi.com



Sekitar pukul 15.00 wib, seorang ibu tua merasakan sakit yang luar biasa. Sekujur punggung serasa melepuh, perut seakan di tusuk jarum dan ingin muntah-muntah. Melihat itu, suami dan anak ibu tua itu, gusar dan bimbang. Antara di bawa ke rumah sakit umum daerah (RSUD) Doris Silvanus dan tidak.



Sebab, santer terdengar di publik, isu pelayanan yang buruk, dokternya kurang profesional, dan tak lengkapnya peralatan medis. Merasa tak punya pilihan lain serta takut hal tak diinginkan terjadi, akhirnya ibu tua yang sedang meradang itupun di bawa ke RSUD Doris Silvanus.



Kala itu, kelender masehi menunjukkan Kamis, 21 April 2011. Sesampainya di UGD rumah sakit milik pemerintah daerah Kalteng itu, nenek dari delapan cucu ini pun diperiksa Dokter Penyakit Dalam, Suyato.



Sang dokter pun melihat, memegang dan menanyakan gejala, serta hal yang dirasakan pasien ke keluarganya. Setelah itu, “Sudah diinapkan saja dulu, biar dirawat di rumah sakit ini,” kata Dokter Suyanto.



Suatu pernyataan yang cukup mengejutkan bagi keluarga. Hanya diperiksa manual, dan tanpa mendiagnosa penyakit di laboratorium. Bahkan, tak ada sepatah katapun terucap tentang penyakit yang di derita si ibu tua tersebut.



Kemudian, pasien pun menginap di ruang faviliun 1 nomor 12 RSUD Doris Silvanus. selama dua hari di kamar itu, si ibu tua itu hanya dirawat biasa saja. Padahal sang pasien sudah meradang dan mempertaruhkan kehidupannya. Namun, karena dokter Suyanto harus berangkat dinas ke luar daerah, wanita kelahiran Balukon inipun, diserahkan ke dokter Faisal.



Sang dokter pengganti pun melakukan diagnosa. Ditemukanlah penyakit yang di derita si pasien, yakni usus buntu. Penyakit sudah sangat parah dan harus segera di operasi. Kemudian si dokter menyampaikan dan memberi waktu kepada keluarga si pasien untuk berunding dan memberikan keputusan paling lambat hingga pukul 12.00 wib siang. Padahal, saat mendiagnosa itu sudah pukul 10.00 pagi.



Keluarga besar si pasien tidak langsung menyatakan siap melakukan operasi, melainkan berembuk. Pada saat berembuk, isu tidak sedap tentang RSUD Doris Silvanus, jadi perbincangan menarik bagi anak perempuan dan laki-laki si ibu tua ini.



Namun, sang ayah masih mempercayakan orang-orang di RSUD Doris Silvanus, dapat melakukan pekerjaannya dengan baik. Apalagi hanya operasi kecil seperti usus buntu. Selain itu pula, sang suami tak menginginkan hal yang paling ditakutkan terjadi kepada istri tercinta dan ibu dari anak-anaknya. Akhirnya penegasan wajib segera dilakukan operasi terucap. Hasil rembuk yang otoriter, tapi jelas dan tegas.



Karena sudah setuju dilaksanakan operasi, keluarga dari ibu tua itupun menyampaikan ke perawat yang sedang berjaga. Perawat cantik itupun menelepon dokter Faisal.



Lagi-lagi, pernyataan cukup mengejutkan terucap. “Kata Dokter, konfirmasi dari keluarga pasien terlambat. Karena waktu yang diberikan sudah habis, untuk memasukkan pasien ke jadwal operasi lusa. Jadi jikalau mau, keluarga pasien menambah biaya operasi, maka akan dilakukan operasi besok,” ungkap Suster itu kepada keluarga pasien, menirukan perkataan dokter Faisal.



Hahaha…suami dan anak-anak ibu tua itu, dihadapkan pada pilihan sulit, tapi apa mau dikata, kesehatan tak bisa di cari, tapi uang dan harta, bisa di cari. Ya sudahlah, keluarga ini siap menambah dana 50 persen di luar ketentuan biaya operasi yang sewajarnya. Akhirnya, operasi pun dilakukan pada 26 april 2011, sekitar pukul 12 atau 1 siang.



Langkah yang indah menuju sehat, sekaligus hal janggal dan sangat aneh terkuak. Dokter Darmo selaku dokter yang akan mengoperasi, di temani orang bagian bius pun memulai operasi. Perut bawah bagian kanan ibu tua itu di belah, kemudian dibelah lagi secara horizontal di bagian tengah perut. Untuk bagian tengah perut, memotong kembali bekas operasi caesar yang telah ada diperutnya sejak 33 tahun silam.



Entah ada angin apa, keluarga pasien pun di panggil masuk ke ruang operasi. Dengan sigap, putri kedua dan putra bungsunya pun masuk. Mereka melihat perut ibunya telah di belah di dua tempat berbeda, usus terburai di luar perut.



Uh….hati si anak serasa tersayat. Sang dokter pun berkata, “Ada kesalahan diagnosis, pasien tidak menderita penyakit usus buntu. Tetapi kami menemukan sejenis lemak yang bergerak dan dapat menempel kesana-kemari. Lemak itulah yang membuat ibu ini sakit. Apakah operasi bisa kita lanjutkan?,” tanya dokter Darmo kepada anak-anak ibu tua itu.



Melihat kondisi tubuh ibunya sudah dibelah seperti itu, siapa yang dapat berpikir jernih. Mau tak mau, keluarga si pasien menerima bahwa operasi harus dilanjutkan. “Lakukan yang terbaik dok, yang penting ibu saya kembali seperti semula,” ucap putri kedua ibu tua itu.



Hal mengenaskan yang harus dihadapi keluarga pasien. Kengerian secara psikologis dan kesabaran pun di uji. Syukurnya, operasi berjalan sukses. Beberapa hari setelah operasi, ibu tua inipun kembali menghirup udara segar. Melihat ibunya semakin sehat, anak-anaknya pun penasaran dan ingin mengetahui penyakit yang diderita ibunya.



Merasa ada yang aneh pada saat operasi, keluarga pasien pun mempertanyakan kesalahan diagnosa laboratorium, dan pembedahan dua kali di tempat yang berbeda tanpa izin keluarga terlebih dahulu.



Saat hal itu dipertanyakan, berbagai alasan disampaikan, bahwa semua prosedur operasi sudah benar dan legal. Saking ngototnya mencari informasi ada kesalahan pihak keluarga melapor kebagian pelayanan rumah sakit dan pihak rumah sakit pun mengajak keluarga pasien untuk musyawarah.



Pertemuan pun dilakukan, perdebatan demi perdebatan pun tak terelakkan terjadi antara pihak RSUD Doris Silvanus dan Keluarga pasien. Berbagai penjelasan dengan bahasa medis pun disampaikan kepada keluarga pasien.



Merasa tidak mengerti bahasa medis, keluarga pasien menerima semua alasan. Alhasil, perdebatan dimenangkan pihak rumah sakit. Namun, kompensasinya pasien dibebaskan biaya operasi, perawatan dan kamar. Sedangkan, biaya obat-obatan yang diluar generik harus dibayar oleh pihak pasien.



Sebenarnya, bukan pembebasan biaya yang keluarga pasien harapkan, namun kejelasan tentang dua bekas operasi yang harus ditanggung oleh pasienlah yang mereka pertanyakan, (apakah operasi tersebut benar-benar perlu?). Walaupun belum ada kepuasan di hati keluarga pasien, karena penjelasan itu belum menjawab berbagai kejanggalan.



Kesulitan dan kejanggalan, tak kunjung selesai, perawat yang bertugas di pelayanan RSUD Doris Silvanus, malah mempersulit keluarga pasien mendapatkan rekam medic atau hasil laboratorium dan rontgen. Alasan tidak bisa diberikan, karena hal tersebut adalah rahasia rumah sakit dan adanya larangan dari dokter Irly, selaku kepala Pelayanan RSUD Doris Silvanus.



Merasa rekam medic wajib diberikan kepada keluarga pasien, berbagai cara pun dilakukan. Mulai dari berdebat, hingga membayar di tempat pengambilan rekam medik. Setelah itu, rekam medic baru bisa didapat.



Selang dua minggu, kondisi ibu tua itupun membaik. Suami dan anak-anak tercinta pun membawanya pulang. Namun, beberapa hari di rumah, kondisi kesehatan ibu tua itu kembali memburuk.



Merasa ada yang tidak beres, dan tak ingin membawanya kembali ke RSUD Doris Silvanus. Keluarga korban pun kembali berembuk untuk membicarakan penyakit dan dibawa kemana agar kesehatannya kembali pulih.



Hasil rembuk keluarga ibu tua ini, dibawalah ke RSCM Internasional, Berbagai persiapan untuk membawa kesana. Sampai-sampai sebagian tanah di sekitar rumah ibu tua ini pun di jual untuk biayanya.



Berangkatlah suami istri tua, ditemani ke empat anaknya. Berbagai kemungkinan dijalani, muali cek laboratorium lengkap, kontrol ke dokter bagian penyakit dalam, kemudian gastro, dan ahli syaraf.



Di RSCM Internasional itu, pelayanannya cepat, baik dan hasilnya memuaskan. Di mana, pihak rumah sakit setempat melakukan CT scan, endoskopi, dan pemeriksaan lengkap lain yang tidak dimiliki RSUD Doris Silvanus.



Hal yang miris mengetahui keminiman alat dan pengetahuan, namun mereka tetap melakukan tindakan sehingga terjadilah dua operasi di atas. Belum lagi, diagnosis yang tidak jelas. Dari pengobatan yang dilakukan di Jakarta dilakukan dalam beberapa tahap.



Dimulai dari cek laboratorium lengkap, CT Scan, dan endoskopi dari bagian mulut. Sedangkan endoskopi dari dubur tidak dapat dilakukan, karena harus melewati daerah bekas operasi, yang dilakukan RSUD Doris Silvanus.



Setelah selesai tahap itu, RSCM Internasional pertengahan Juli, akan melakukan syaraf dan endoskopi lanjutan. Sebab, bekas operasi kemungkinan telah kering dan tidak berbahaya jika dilakukan endoskopi.



Berdasarkan hasil pemeriksaan tahap pertama RSCM Internasional, ditemukan adanya bercak-bercak seperti sariawan, tepat dilambung ibu tua itu. Infeksi inilah yang mengakibatkan terjadinya rasa panas dibagian belakang, mual-mual dan perut serasa di iris silet.



Sehingga, penyakit yang ditemukan sangat bertentangan dengan yang disampaikan RSUD Doris Silvanus. Sampai-sampai ada pernyataan menyejutkan keluar dari dokter RSCM Internasional mengenai pembelahan di dua tempat yang berbeda dan harus dilakukanya operasi.



"Sabar ya ibu, bapak. Semua kita serahkan kepada Tuhan, biarlah itu urusan Dr yang bersangkutan dengan Tuhan,” ungkap anak perempuan ibu tua ini, menirukan ucapan dokter RSCM Internasional.



Bahkan, berdasarkan keterangan putri ketiga dari ibu tua itu, pasca operasi di RSUD doris silvanus, keluarga ini melewati masa-masa sulit. Ibu tua itu lebih sering duduk diam dan murung. Keceriaan yang selama ini menghiasi wajah ibundanya seakan hilang diganti tangisan, jika kejadian yang dialaminya.



Ibu tua itu merasa berpikir, operasi yang dilakukan sangat tidak penting. Sebab, kesehatannya bukannya membaik, malahan harus menanggung dua bekas operasi di masa tuanya.



Namun sebagai anak, semua anak sang ibu memberikan dukungan moral dengan berusaha membangkitkan semangat sang ibu untuk bersyukur bahwa semua telah terlewati dengan penanganan yang memuaskan dari pengobatan yang dilakukan di Jakarta.



“Saya menceritakan permasalahan ini, bukan karena menginginkan apa-apa, apalagi yang namanya uang. Tidak sama sekali, tapi saya ingin ini tidak terjadi kepada orang lain. Untung saja, tidak terjadi apa-apa kepada ibu saya, dan sekarang sudah sehat,” ucap anak perempuan korban ini, kepada Radar Sampit, baru-baru ini.



Saat dikonfirmasi, Pihak RSUD Doris Silvanus tak membantah, dan tidak juga mengakui. Pihak rumah sakit menegaskan bahwa permasalahan itu telah lama terjadi dan sudah diselesaikan secara musyawarah dengan keluarga pasien.



“Masalah ini sudah selesai, dan kita sekarang ini sedang berupaya berbenah dan meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat. Mengenai permasalahan itu, hanya ada kesalahan informasi, dan kita sudah berbicara baik-baik dengan keluarga pasien,” kata Direktur RSUD Doris Silvanus, Supriadi Budi, Kamis (30/6), di ruang kerjanya.



Supriadi menjelaskan, pada proses operasi itu, dokter yang melakukan operasi sudah benar dan legal berdasarkan standar medis. Seluruh anggota keluarga ibu tua itu, juga sudah disampaikan alasannya secara detail.



Mengenai hasil redical medic, itu sepenuhnya wewenang pihak rumah sakit, dan pasien itu sendiri. Sehingga, yang bisa memintanya adalah, pasien itu sendiri, sedangkan keluarga pasien tidak bisa. Bahkan, Pasien pun meminta rekam medic harus jelas alasannya dan untuk apa, tidak asal-asal. Karena itu diatur dalam Undang-undang.



“Kalau keluarga pasien hanya diberi resum medic, dan isinya sebenarnya hampir sama dengan redical medic. Keluarga ibu tua itu kita berikan kok resume medic itu,” ungkap Direktur RSUD Doris Silvanus, didampingi dr Mulyadi selaku Ketua Komite Medic, dr Yayu Indriani, dan dr Irly.



Direktur RSUD Doris Silvanus ini memastikan, tidak ada seorang dokter pun di dunia ini yang mau hal negative terjadi kepada pasiennya. Selalu berupaya memberikan yang terbaik agar setiap orang yang diperiksanya bisa kembali sehat. Hanya, masyarakat awam menganggap dokter itu dewa yang tidak pernah salah.



Selain itu, terkadang komunikasi yang disampaikan dokter kepada pasien maupun keluarga pasian, tak langsung dan benar-benar dipahami. Sehingga, perbedaan persepsi sering terjadi,” tutur Supriadi.



Ketua Komite Medic, dr Mulyadi, menambahkan permasalahan itu sudah disikapi RSUD Doris Silvanus, dengan melakukan audit medic. Dari hasil audit medic itu, dr Darmo secara profesi dan kedokteran sudah benar, serta sesuai prosedur kesehatan.



Disamping itu, seluruh dokter-dokter yang terlibat di permasalahan pasien ini sudah ditegur, dan diarahkan, agar terus menurus mengintrospeksi diri dan meningkatkan kemampuannya. Semua itu demi kepuasan masyarkat.



“Secara psikologis permasalahan ini mengganggu dokter yang melakukan operasi. Sehingga, secara pribadi saya meminta maaf kepada seluruh keluarga pasien,” tambah dr Yayu Indriani, dokter gigi ini. ***
Teruskan Sob...