Senin, 28 Maret 2011

Bayi Imut dan Periang Di Gorok Ibu Kandungnya


PALANGKA RAYA-



Ayah Shock, Kakak Tiri Tak Menyangka Adik Mati Mengenaskan



Oleh, penyaksi.com



Sore itu mendung, hujan rintik-rintik, Maswati alias wati dan Muslim putra tunggalnya, hanya berdua berada di rumah. Sedangkan Sahrani, suami dan bapak bayi itu berada di tempat kerjanya.



Entah ada angin apa, Sahrani hari itu pulang cepat, dan langsung menanyakan kondisi anaknya ke Wati istri keduanya. ‘Sudah ku bunuh. Itu di sungai samping rumah,’ Jawab istrinya. Sahrani langsung berteriak minta tolong mendengar jawaban tersebut.



“Ah….teriak Kaimansyah dari sebelah, aku langsung ae lari keluar rumah melihat apa yang terjadi. Pas keluar, saya lihat Sahrani melompat ke sungai di belakang rumahnya,” kata Samatriadi, tetangga sebelah rumah Sahrani, kemarin sore.



Melompatnya Sahrani ke sungai samping rumahnya bukan tanpa alasan, ternyata pria yang berumur 60 tahun ini mengambil mayat anaknya yang di gorok dan di buang oleh ibu kandungnya.



“Saya lihat Sahrani mengangkat tubuh Muslim dari sungai, kepalanya terpisah dari badannya. Aduh, ngeri dan miris hati melihatnya mas,” kata Samatriadi yang berprofesi sebagai pedangan di pasar besar ini.



Setelah mayat bayi malang itu diangkat, sang ayah kemudian meletakkan di dalam depan rumah belakang lalu menutup seluruh tubuh anaknya dengan seuntai kain warna merah ketuaan yang biasa digunakan untuk menggendong.



Kabar penggorokan itu tersiar begitu cepat, tak sampai lima menit setelah Muslim diangkat dari sungai, puluhan warga yang tinggal di gang Sari jalan Murjani, itu mendatangi tempat kejadian.



“Saya kalut saat itu, jadi tak ada kepikiran melapor ke polisi. Warga juga banyak yang berkumpul. Tidak tahu siapa yang melapor, tiba-tiba saja polisi datang,” ujar Samatriadi.



Penggorokan itu terjadi Rabu (23/3) kemarin, sekitar pukul 15.00 wib, di barak yang tak begitu luas, lantai dan dinding dari papan, beratapkan sirap. Lampu penerangan barak itu hanya ada dua bola lampu, di dalamnya beberapa kotak es yang biasa digunakan untuk menyimpan ikan.



Barak sangat sederhana itu berdiri di atas tanah yang penuh dengan air, tinggi kayu pundasinya sekitar dua meter, dan termasuk daerah aliran sungai kahayan. Sehingga kalau sungai kahayan sedang pasang, di bawah rumah itu akan digenangi air. Pada saat kejadian saja kedalaman air sekitar 50 centimeter.



Wati binti Amni merupakan istri kedua Sahrani. Usia suami istri ini terpaut cukup jauh, Wati 26 tahun semntara Sahrani 60 tahun. Keluarga ini baru karunia satu anak, bermana Muslim yang berumur sembilan bulan.



Dikalangan tetangga, Wati dikenal pemurung, jarang bicara, dan punya penyakit kejiwaan atau stres. Namun, walau perempuan ini terkadang stressnya datang warga mengakui kalau dirinya tak menimbulkan keributan atau kegaduhan.



Berdasarkan penuturan warga sekitar, Wati dan keluarganya tinggal di barak tersebut sekitar tiga tahun, dan hanya sekali berkelahi dengan tetangga sebelah rumahnya. Perkelahian itu disebabkan kesalahpahaman Wati saat menjemur ikan di depan rumahnya. Wati melihat ikan yang dijemurnya ada hilang dan menduga tetangganya mengambil. Padahal hilangnya ikan itu karena di bawa kucing.



“Wati langsung menjambak rambut tetangganya, dan berteriak minta ikannya di kembalikan. Itu aja, setelah itu tak pernah lagi ada keributan,” kata Acil pemilik warung yang juga tetangga Wati.



Pasca penggorokan itu, sontak keluarga ini menjadi bahan pembicaraan para tetangga. Sebab, pantauan Radar Sampit, Kamis (24/3), hampir di tiap warung yang ada di sepanjang gang Sari jalan Murjani, tampak kerumunan ibu-ibu sedang mengobrol dan ada membaca koran.



Mungkin mereka penasaran dengan kejadian yang sebenarnya. Karena, tak banyak warga yang tahu latar belakang dan seluk beluk kehidupan keluarga Wati dengan Sahrani. Warga hanya mengetahui kalau Wati istri kedua Sahrani, sedangkan istri pertamanya tak ada yang mengetahui siapa dan dimana.



“Penasaran aja, seperti apa kejadian yang sebenarnya. Informasinya simpang siur, makanya kami koran biar tau gimana kejadiannya,” ungkap seorang ibu yang tak mau menyebutkan namanya.



Siang harinya, Radar Sampit kembali mendatangi tempat penggorokan. Suasana barak itu cukup lengang, di dalam hanya ada dua orang, yakni Sahrani dan Palu, anak ke V dari istri pertamanya. Sahrani sedang tertidur, sedang Palu duduk menyandar ke dinding sembari memain-mainkan Hp nya.



“Bapak (Sahrani, rek) baru aja tidur. Dari malam tadi tidak ada tidur, hanya duduk, berzikir dan termunung. Ngomong aja ala kadarnya,” kata Palu, anak dari Martini, nama istri pertama Sahrani.



Palu mengungkapkan bahwa dirinya sampai saat ini belum mengetahui kejadian penggorokan yang sebenarnya. Sebab, setelah kejadian tersebut bapaknya tidak ada menceritakan sama sekali. “Mungkin bapak masih belum bisa terima,” katanya.



Walau Muslim bukan adik kandungnya, namun Palu sangat menyayangi dan selalu membawakan makanan maupun mainan ke adik tirinya itu. Karena Palu belum pernah merasakan enaknya punya adik.



“Pas Muslim lahir senang banget rasanya. Dendam dengan bapak hilang. Apalagi dia (muslim, rek) anak yang pintar dan lucu. Digendong siapa aja dia mau,” ungkap Palu sembari mengusap air matanya yang membasahi pipinya.



“Saya tak menyangka kalau adik saya itu matinya mengerikan,” ujarnya dengan suara serak menahan tangisnya. Pria berumur 19 tahun ini kemudian menarik nafas sangat dalam, “Ah..adikku” ucapnya.



Palu menlanjutkan, kalau mengingat perceraian bapak dengan ibu rasanya ingin marah, apalagi kondisi bapak yang sudah tua dan harus kerja keras. Tapi tak tahu harus marah kepada siapa karena memang bapak yang minta cerai.



Sejak perceraian itu bapaknya juga tidak pernah ke rumah istri pertamanya di jalan Kalimantan Palangka Raya hanya untuk melihat anak-anaknya. “Tak pernah bapak datang ke rumah, mana berani,” ungkap Palu.



Dari istri pertama, Sahrani dikaruniai lima orang dan semuanya sudah dewasa, bahkan ada yang telah berumah tangga. Anak pertama, ketiga dan kelima Sahrini tinggal sekitar Palangka Raya. Sedangkan, anak ke dua dan keempat bermukim di luar Palangka Raya.



“Malam tadi kakak ipar yang nemani bapak. Sekarang saya mas, sebenarnya saya harus kerja siang ini, tapi kasihan bapak sendiri kalau saya tinggal,” kata Palu.



Di tempat terpisah, Pjs Kasi Humas Polsek Pahandut, Bripka Ayandi T Bingan, Jumat (25/3), mengatakan, mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, Wati pelaku penggorokan sudah dipindah ke Rjs Kalawa Atei.



Pelaku di tempatkan di kamar nomor 2, tak jauh dari meja piket. Karena, menurut keterangan dokter Kalawa Atei, kondisi kejiwaan Wati tergolong kelas berat sehingga memerlukan pengawasan ekstra.



“Kita khawatir aja dia (wati, rek) membenturkan kepalanya ke dinding atau berbuat hal yang tak diinginkan. Bisa-bisa bunuh diri dia di ruang tahanan, mampus kita. Bagaimanapun perbuatan pelaku, tetap punya hak untuk dilindungi,” kata Bripka Ayandi ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar