Kamis, 28 April 2011

Polisi Dinilai Mandul





Terindikasi Ikut Bermain di BBM



PALANGKA RAYA_ penyaksi.com



Kalangan akademisi menilai Aparat Kepolisian serta BP Migas mandul menegakkan hukum. Hal itu yang mengakibatkan permasalahan bahan bakar minyak (BBM) di Kalimantan Tengah semakin memprihatinkan.



Pasalnya, hampir di seluruh stasiun pengisian bahan bakar (SPBU) yang ada di daerah ini selalu ditemukan antrian panjang. Selain itu jumlah pelangsir BBM, jenis solar semakin banyak dan tak terkontrol.



“Sebenarnya aturan tentang BBM sudah ada dan sangat jelas. Hanya penegakannya yang kadang-kadang. Kadang di tegakkan, kadang tidak. Ya jadinya mandul,” kata Dosen Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya (Unpar), Cristianata, di Palangka Raya.



Cristianata menjelaskan, bukti tidak seriusnya polisi dalam menegakkan aturan terkait BBM ini, terlihat dari adanya oknum polisi yang berada di SPBU dan hanya menonton panjangnya antrian, bahkan mengetahui ada pelangsir serta mobil yang itu-itu saja mengantri.



Sementara, polisi memiliki kewenangan dalam menegakkan aturan bila ada melihat atau menemukan pelangggaran hukum. Sehingga, melihat permasalahan mengenai BBM ini ada indikasi bahwa aparat kepolisian juga turut bermain serta memperkeruhnya.



“Hanya, secara fakta saya tak berkompeten menilainya. Mungkin yang bisa memastikannya aparat kepolisian itu sendiri. Satu hal lagi, polisi tak harus menunggu perintah dari atasan untuk menindak pelaku kejahatan,” tegasnya.



Cristianata mengemukakan, semakin banyaknya industri, baik perusahaan tambang maupun perkebunan di Kalteng turut mempengaruhi sulitnya mendapatkan BBM, khususnya solar. Sebab, banyak masyarakat yang menjadikan pelangsir sebagai profesi dan memberi keuntungan besar.



Di mana masyarakat membeli bahkan rela antri berkali-kali di SPBU demi mendapatkan solar dengan harga subsidi. Kemudian menjualnya ke perusahaan-perusahaan dengan harga industri. Ibarat pepatah lama lah, di mana ada gula disitu pasti banyak semut, begitu juga dengan BBM ini. “Tak menutup kemungkinan aparat juga ikut berperan di dalamnya. Karena keuntungan yang didapat juga sangat besar,” katanya.



Menurut Dosen Hukum Unpar ini, menyelesaikan masalah antrian dan sulitnya mendapatkan BBM harus kembali ke aturan yang ada serta menjalankan kebijakan pemerintah pusat. Sehingga, Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Kota jangan hanya tutup mata melihat permasalahan ini.



“Tapi penyelesaiannya harus komprehensip dan tidak ada pihak yang dirugikan. Karena masalah BBM ini juga menyangkut ekonomi banyak orang,” pungkasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar