Senin, 30 Mei 2011

CSR Bukan Hadiah





Keseimbangan antara Perusahaan, Pemerintah dan Masyarakat



PALANGKA RAYA, penyaksi.com_
Paradigma yang berkembang di masyarakat sampai sekarang masih menganggap dana CSR (Corporate Social Responsibilities) atau tanggung jawab sosial perusahaan, sebagai hadiah yang diberikan ke masyarakat miskin.



Padahal, dana CSR merupakan kewajiban suatu perusahaan terhadap lingkungan di tempatnya beraktifitas, serta hak masyarakat sekitar yang harus di penuhi. Sehingga, perusahaan jangan menganggap bahwa CRS hanya fountery atau diberi bila sudah mendapat keuntungan maupun terdesak.



“CSR diberikan bukan karena kebaikan hati investor atau hadiah yang diberi secara cuma-cuma. Dana CRS itu, hak masyarakat yang wajib diberikan perusahaan,” kata Dosen Sosiolog Universitas Palangka Raya, Sidik R Usop, Senin (24/5), di Palangka Raya.



Sidik menjelaskan, dana CSR bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Perusahaan selaku pemberi juga akan merasa nyaman beraktivitas, bahkan mendapat perlindungan dari masyarakat sekitar. Sebab, kesejahteraan orang-orang di sekitarnya telah terjamin.



Hanya, pemahaman yang seperti ini belum merata di seluruh lapisan. Alhasil, perusahaan tak menganggap CSR suatu kewajiban, dan masyarakat tidak menuntut, akibat ketidaktahuan. “Tugas kita bersama lah untuk mensosialisasikan agar esensi dari CSR itu diketahui semua orang,” ucapnya.



Menurut Dosen Unpar ini, sudah ada bahkan sering beberapa perusahaan mengucurkan atau membuat program CSR. Hanya, belum berkesinambungan dan lebih menempatkan masyarakat sebagai objek dari program, bukan sebagai pelaku. Akhirnya, program itu membuat ketergantungan, bukan memandirikan.



Padahal, CRS itu untuk mensejahterahkan serta mengangkat martabat. “Dari dulu saya ingin sekali melihat petani itu berdasi, dalam artian sukses secara materi dan berwawasan luas. Melalui program CRS inilah harapannya bisa diwujudkan dengan membuat program yang bermutu dan berkesinambungan,” pungkasnya.



Direktur PT Surveyor Indonesia, Agung Pramono, menambahkan, adanya program CSR ini berawal dari perubahan paradigma para corporate (perusahaan) besar yang ada di seluruh negara. Di mana, seluruh stakholder (jaringan), baik pemerintah maupun masyarakat harus dilibatkan, agar aktivitas perusahaan dilindungi dan tidak terganggu. Lahirlah yang namanya CSR.



Seiring waktu berjalan, ternyata Pemerintah melihat bahwa CSR sangat berpotensial meningkatkan perekonomian masyarakat. Sehingga ada keinginan untuk di jadikan mandatori atau hal yang diwajiban. Namun, perusahaan menganggap CSR lebih kepada founteri atau pemberian suka rela yang bila memiliki untung. Mejadikan CSR Mandatoring inilah yang harus di perjuangkan.



“Terpenting, jangan langsung cepat puas dan bersemangat bila mendengar suatu perusahaan mengucurkan dana CRS Rp300 miliar atau lebih. Kemudian di publikasikan besar-besaran. Nanti dulu, lihat dulu berapa eksploitasinya. Jangan-jangan berpuluh-puluh kali lipat yang di keruk dari kekayaan kita. Itu juga harus menjadi perhatian,” tutur Agung.



Maka dari itu, Direktur Surpeyor Indonesia ini menyarankan agar kontrol dan pelaksanaan CSR berjalan dengan baik. Sebab, bila mengharapkan pemerintah, dapat menimbulkan inkonstitusional atau melanggar aturan yang berlaku.



Hal yang perlu dilakukan adalah bagaimana agar adanya aturan yang mengatur tentang CRS ini. Dengan begitu, CSR tak sekedar founteri, melainkan mandatori atau keharusan. Tinggal masyarakat bagaimana menyikapinya saja.



Sementara itu, Dosen Universitas Indonesia (UI), Bambang Shergi Laksmono, di Palangka Raya mengatakan, agar program CSR ini dapat berjalan optimal, harus dipikirkan mekanisme keseimbangan. Di mana, perusahaan, pemerintah dan masyarakat berjalan bersama-sama dan saling di untungkan.



Sehingga, dalam tahap pengembangannya bisa memberikan bantuan sosial, terbangunnya relasi yang baik antara perusahaan dan masyarakat. Jadi tak ada dari salah satu pihak dapat di rugikan. Salah satu caranya membuat program yang bermutu dan berkelanjutan berbasis lingkungan serta pemberdayaan masyarakat.



“Sebelum suatu perusahaan menentukan program apa yang tepat, perlu dilakukan pengkajian dan penelitian menyeluruh. Jadi dinamika dan karakter budaya kehidupan masyarakat loka yang nantinya target CSR dapat berjalan sesuai harapan,” pungkasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar