Memerdekakan Pikiran, Meliarkan Imajinasi, untuk Melihat Dunia Seutuhnya!
Kamis, 02 Juni 2011
Lebih Baik Jadi PKI Tapi Tahu Diri, Daripada Pancasilais Tapi Berbuat Najis
Oleh: Hengky Dwi Cahyo
******* Maaf sebelumnya kalau ada yang tidak suka dan tidak sefaham dengan pendapat penulis, toh berbeda pendapat kan wajar dan boleh. *******.
Beberapa hari belakangan ini, sepertinya orang sedang ramai membahas Pancasila yang dikatakan sakti, bertuah dan memiliki nilai ideologi tinggi. Padahal kalau mau flashback ke belakang dan mau memahami asal-usul, mempelajari perjalanan sejarah pancasila, pasti akan memahami bahwa pancasila muncul sebagai the winning solution untuk mengatasi konflik SARA di Indonesia pasca kemerdekaan.
Penulis juga mengamini jika itu salah satu kisah manis perjalanan Pancasila. Tetapi perjalanan pancasila juga pernah membawa sebuah tragedi kemanusiaan yang panjang dan mengerikan, yakni pasca pembrontakan G30S PKI serta tragedi kemanusiaan ini hanya terjadi di Indonesia.
Karena memang tidak pernah tercatat dalam sejarah, ada suatu bangsa yang rela dengan kesadaran penuh membuat undang - undang peruntukannya membunuh karakter dan masa depan generasi penerusnya sendiri.
Hal itu dilakukan hanya karena, sebuah Ideologi dan faham yang diyakini orang tua atau nenek moyang yang akhirnya menjadi dosa dan noda turun-temurun. Yang akan selalu dibawa dari generasi ke generasi, bahkan saat bayi dalam kandungan pun telah membawa dosa dan noda orang tuanya kelak saat lahir hingga dewasa.
“Alhamdulillah secercah harapan muncul, dikala Presiden di Jabat Gus Dur, kemudia mencabut undang - undang tergila dan paling jahat sedunia tersebut”.
Ini sekelumit kisah nyata yang pernah dialami oleh penulis sebagai generasi yang pernah di cap merah sebagai keturunan PKI.
“yang masih segar dalam ingatan penulis saat Bapak ingin menjadi seorang guru (PNS), karena secara status Bapak tidak terlibat cap merah sebagai PKI. Nenek moyang beliau orang PNI tetapi nenek moyang Ibu yang terlibat dan pada saat itu benar-benar penulis dengar dengan telinga sendiri kalau Bapak bisa menjadi guru asal menceraikan ibu”
Seketika itu terbersit dalam fikiran penulis apa salah Ibu sampai harus seperti itu ternyata karena dosa sebagai keturunan PKI mulai saat itu pula penulis memahami ternyata mempertahankan ideologi bisa juga memakai cara yang edan dan dilegalkan melanggar norma-norma kehidupan padahal semua tahu kalau perceraian emang halal tapi dibenci Tuhan.
Bahkan ada cerita yang lebih memilukan karena hanya karena sebuah ideologi, ini memang buka keluarga yang mengalami tetapi tetangga.
“Beliau dihukum 6 bulan karena hanya bekerja sebagai supir bandara di salah satu maskapai penerbangan milik Negara (BUMN) padahal saat itu sudah ada tanda kalau menjadi keturunan PKI karena memang tandanya di KTP. Beliau dituduh memalsukan KTP karena sebagai keturunan PKI tapi bisa bekerja di maskapai penerbangan milik pemerintah padahal teman beliau yang berbarengan melamar sudah membela tetapi hukum tetap menyalahkan tetangga penulis tanpa pengadilan yang jelas dan tidak diberi kesempatan membela diri hanya karena keturunan PKI”.
Terlalu banyak nyawa, air mata, darah dan penderitaan rakyat Indonesia yang harus dikorbankan hanya untuk penasbihan kesaktian pancasila yang sejatinya hanya simbol Negara. Berisi lima sila kesepakatan yang digunakan sebagai dasar Negara yang telah disepakati oleh seluruh rakyat Indonesia bahkan ada yang sangat mengelikan setelah sekian banyak pengorbanan yang dilalui untuk menasbihkan kesaktian pancasila tetapi tidak pernah ada yang benar-benar orang Indonesia yang pancasilais.
Apalagi orde baru yang selalu campaign pancasila sakti ternyata diisi oleh orang-orang lebih bejat dan busuk jauh lebih bejat dari pada orang yang dianggap PKI bahkan dengan kesadaran penuh telah membuat budaya super edan yaitu KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme).
Jika mau jeli dan teliti dengan tiadanya orang keturunan PKI di dalam tubuh pemerintahan bisa dinilaikan lebih baik mana orang yang merasa pancasilais dari pada orang yang dicap sampah zaman yaitu generasi eks PKI dan tidak salahkan judul yang dibuat oleh penulis “Lebih Baik Jadi PKI Tapi Tahu Diri Dari Pada Pancasilais Tapi Berbuat Najis”.
Sebenarnya kalau mau menjadi masyarakat yang baik dan beradab tidak ada pancasila pun bisa selama ada niat dan keinginan untuk hidup dengan baik apalagi pemerintah bisa membimbing masyarakat untuk hidup lebih baik dan beradab. Selama contoh-contoh dari pemerintah masih seperti saat ini jangan harapkan memiliki generasi yang baik.
Tidak perlu mensakralkan pancasila karena pancasila hanya simbol dan sekedar buat referensi penambah semangat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Mau kembali ke pancasila ataupun pancasila yang berlambang burung garuda mau di bangkitkan sampai bisa terbang, hal itu tidak akan ada yang special apalagi mengejutkan, karena masyarakat tidak butuh pancasila tapi butuh keadilan dan kesejahteraan.
“Toh kenyataannya pancasila juga tidak akan bisa memberi rizki dan mensejahterakan rakyat apalagi bisa menghilangkan budaya korupsi dan suap di negara ini”.
Sumber : http://sosbud.kompasiana.com/2011/06/01/lebih-baik-jadi-pki-tapi-tahu-diri-daripada-pancasilais-tapi-berbuat-najis/#
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar