12 Tahun Bersahabat Dengan Sampah
PALANGKA RAYA- Sabtu (21/4) Pagi, di sekitar lampu merah jalan Yos Sudarso, Kota Palangka Raya, tampak sesosok perempuan membungkuk. Jari-jemarinya sibuk memotong sembari memasukkan rumput kedalam karung. Pekerjaan itu dilakukannya sejak pukul 05.00 pagi.
Maklum, perempuan berfostur kurus ini merupakan petugas kebersihan Kota Palangka Raya. Petugas kebersihan yang telah berumur hampir setengah abad ini bernama Nini RT. Dia lahir di desa terpencil di Kabupaten Barito Selatan (Barsel), Kalimantan Tengah.
"Ya begini lah, demi bisa hidup, apapun ya dikerjakan dengan ikhlas. Saya inikan hanya lulusan SD, jadi petugas kebersihan sudah syukur. Sampah dan rumput liar sudah saya anggap sahabat sejak tahun 2002," ungkap ibu dari tiga anak ini, kepada penyaksi.com.
Perempuan berfostur kurus ini sangat bersyukur dapat diterima sebagai petugas kebersihan. Sebab hanya pekerjaan ini yang mau menerima tanpa persyaratan dan cukup melampirkan biodata diri. Apalagi, penghasilan dari memungut sampah dan memotong rumput bisa membantu suaminya yang hanya berprofesi sebagai tukang bangunan.
Bahkan, perempuan suku Dayak ini mampu menyekolahkan ketiga anaknya sampai lulus sekolah tingkat menengah (SMA). Dimana Anak sulung laki-lakinya bekerja di PDAM Lamanda. Anak laki-laki kedua sebagai guru di Barsel. Anak bungsu saya yang perempuan ikut orang.
"Semuanya sudah lulus SMA. Mereka (anak-anaknya) sebenarnya minta kuliah, tapi mereka sadar dengan penghasilan orang tuanya. mereka sekarang sudah kerja semua, saya bangga sekali memiliki anak seperti mereka," kata Nini sembari tersenyum.
Perempuan yang tinggal di jalan Tambun Bungai, gang batuah no 22 Palangka Raya, ini semakin bersyukur, karena dirinya masuk database Pemerintah Kota (Pemko) Palangka Raya di tahun 2012 ini diangkat sebagai calon pegawai negeri sipil (CPNS).
Perjuangannya yang selalu keluar rumah antara pukul tiga ataupun pukul lima pagi setiap harinya, pernah merasakan gaji Rp8 ribu per hari dan saat ini sudah 35 ribu per hari, seakan terbayar sudah. "Saya sudah tiga tahap lulus persyarakatan, tinggal satu persyaratan lagi. Mudah-mudahan, BKPP kota meluluskan saya. Tapi, tidak tahu ya, apakah bisa saya yang lulusan SD ini jadi CPNS. Saya hanya bersyukur saja," ujar istri dari Inel HP ini.
Menurut Nini, jenis pekerjaan apapun itu akan memberikan penghasilan dan memenuhi kebutuhan hidup, jika dikerjakan dengan ikhlas, serius dan tidak mengenal lelah serta memberikan manfaat bagi orang banyak.
Sehingga baginya pekerjaan menjadi petugas kebersihan selain menambah perekonomian keluarganya, juga memperindah kota Palangka Raya. Sebab, tanpa petugas kebersihan sampah dan rumput di sepanjang jalan akan tidak terurus serta berserakan.
"Kita yang perempuan ini jangan takut bekerja apa saja. Kerjakan saja apa yang bisa dikerjakan. Tapi, pekerjaan utama perempuan harus keluarga. Itu yang harus dipahami. Selamat hari kartini," tukas Nini.
Teruskan Sob...
Memerdekakan Pikiran, Meliarkan Imajinasi, untuk Melihat Dunia Seutuhnya!
Senin, 23 April 2012
Aktivis Lingkungan Pembuat Onar, Diancam, hingga Berdemo ke Jerman
PALANGKA RAYA, penyaksi.com_ Perkawinan kapitalisasi dengan birokrasi, bak raksasa yang tak pernah tidur, selalu siap menghisap serta membumi hanguskan para aktivis lingkungan. Alhasil, perduli dan berjuang menjaga serta melestarikan lingkungan hidup, tantangan terberat dimasa kini.
Nurdin, aktivis lingkungan yang juga pendiri Save our Borneo (SOB), pernah merasakan ganasnya raksasa penghisap sumber daya alam (SDA) di Indonesia ini. Ancaman demi ancaman selalu menghiasi telepon selulernya. Tuduhan pembuat onar atau pengganggu merupakan gelar yang diberikan para pengelola perusahaan besar di Bumi Tambun Bungai ini.
Todongan senjata serta uber-uber atau dikejar aparat kepolisian dari satu hotel ke hotel lain, bagian dari kelamnya sejarah bangsa ini, pun pernah dirasakannya. Kejadiannya sekitar tahun 1997 silam, ketika berhasil merekam perbincangan tentang kawasan sejuta hektar lahan gambut, di Kapuas, yang sekarang ini terlantar.
“Waktu itu saya bersama teman-teman, ada merekam percakapan antara pemilik perusahaan dan pemerintah. Karena ingin mendapatkan kaset rekaman itulah kita di uber-uber. Jadi, kalau mengenai ancaman dan tuduhan suka buat onar, sudah sering dan biasa” ungkap Nurdin, kepada penyaksi.com, di Resto Kayu Manis Kota Palangka Raya, Sabtu (21/4) siang.
Meski begitu, niat dan semangat mantan Direktur Eksekutif Walhi Kalteng dua periode ini tidak kendur, sebaliknya semakin berkobar untuk memperjuangkan kelestarian lingkungan serta hak-hak masyarakat yang dirampas para kapitalis atau pemilik modal.
Sebab menurut bapak tiga anak ini, lingkungan ataupun sumber daya alam (SDA) di Indonesia khususnya Kalimantan Tengah di kuasai para kapitalis atau pemilik modal. Dimana kondisi pengurus atau penguasa bangsa ini, tidak memerdulikan kepentingan masyarakat kelas menengah kebawah.
Bahkan, kesan sekarang ini begitu tampak begitu jelas, terjadi perkawinan antara kapitalis dan birokrasi. Perkawinan ini bagaikan anak panah yang menancap ke tubuh manusia. Menancapnya cepat dan tidak begitu terasa, tapi mencabutnya sangat sulit, menyakitkan hingga berdarah-darah.
Maksudnya, para kapitalis datang membawa uang dan langsung menguasai lahan yang dianggap memberikan keuntungan berkali-kali lipat, tanpa memperdulikan izin serta pemiliknya. Sedangkan birokrasi –Eksekutif, legislative dan Yudikatif- berlomba-lomba menawarkan serta memberikan perlindungan bagi para pemilik modal tersebut.
Perlindungan tersebut terlihat dari banyaknya perusahaan tidak memiliki izin lengkap, namun tetap beraktivitas. Ditambah lagi, sulitnya masayrakat memasuki kawasan tambang maupun perkebunan karena dijadikan objek vital Nasional (Oviknas) tanpa alasan yang jelas.
“Coba lihat di gerbang-gerbang pertambangan, ada tulisan Oviknas. Apa-apaan itu, PDAM dan PLN yang jelas-jelas milik Negara, tidak ada tulisan Oviknas. Bagaimana bisa perusahaan swasta di jadikan oviknas, ini tidak masuk di akal. Saya marah dan prihatin dengan kondisi Negara yang tidak punya harga diri. Birokrasinya pun selingkuh dan kawin dengan kapitalis,” ucap suami dari Lili ini.
Nurdin menegaskan, pemanfaatan lingkungan ataupun SDA untuk kesejahteraan masyarakat harus di dukung semua pihak. Namun permasalahannya saat ini, eksploitasi atau penggalian tambang maupun pengembangan sawit, sama sekali tidak mencerminkan pelestarian lingkungan dan masyarakat hanya dijadikan buruh atau pekerja.
Jika pemerintah menginginkan kesejahteraan tercapai, masyarakat harus menjadi pemilik bukan sebagai pekerja yang kapan saja bisa diberhentikan. Faktanya sekarang ini, pemiliknya hanya segelintir orang asing.
“Untuk diketahui ya, pemilik perkebunan sawit di dunia ini hanya ratusan orang saja. Mereka-mereka ini jugalah yang bermain di Indonesia. Banyak sawit di Indonesia, tapi apa iya minyak goreng murah di Negara kita ini. Banyak perusahaan tambang, tapi apa, listrik saja kita harus mati hidup. Kemarin, kita harus menerima pemadaman listrik sampai 12 jam. Lalu buat apa banyak perusahaan Negara kita ini, kalau kita juga semakin sulit dan butuh biaya mahal untuk hidup,” tegas pendiri SOB Kalteng ini.
Pria kelahiran Banjarmasin ini, telah berkomitmen kepada dirinya sendiri akan selalu berdiri bersama masyarakat yang terpinggirkan dan lahannya direbut kapitalis melalui bantuan birokrasi, hingga tidak mampu lagi melakukan apa-apa.
Dia berharap agar masyarakat yang dulunya memiliki lahan, harus berjuang dan terus memikirkan cara agar lahannya dapat dikembalikan. Sebab, upaya mendapatkan lahan tersebut ada, hanya butuh perjuangan. Sedangkan bagi generasi muda, dia berpesan agar melestarikan lingkungan bukan sekedar sadar dan tahu, melainkan bertindak dari mulai hal-hal yang kecil.
“Memang secara ekonomi untuk aktivis lingkungan tidak ada, tapi namanya rezeki itu siapa yang tahu. Kalau saya untuk memenuhi kebutuhan hidup, ya atas bantuan teman-teman yang meminta saya meriset, fasilittor, dan lainnya. Pasti ada saja lah rezeki itu,” ucap Nurdin.
Kepedulian pria yang baru mengakhiri jabatannya sebagai dewan nasional Walhi, 17 April 2012 ini, menghantarkannya mengelilingi hampir seluruh provinsi yang ada di Nusantara ini. Bahkan, beberapa Negara, yakni, Singapura, Malaysia, Prancis hingga Jerman, pun pernah di kunjungi.
Saking pedulinya terhadap lingkungan, Nurdin bahkan ikut berdemo di salah satu kota yang ada di Negara Jerman. Dimana kota tersebut di kuasai Perusahaan raksasa di dunia, yakni PT Wilmar Group yang juga pemilik lahan perkebunan terbesar di Indonesia.
“Indonesia yang belum pernah saya datangi, ya Papua. Syarat datang kesana hanya dua, yakni kuat minum dan makan babi. Sedangkan saya tidak bisa dua-duanya. Makanya saya tidak berani datang kesana,” pungkas Nurdin sembari tertawa. Teruskan Sob...
PALANGKA RAYA, penyaksi.com_ Perkawinan kapitalisasi dengan birokrasi, bak raksasa yang tak pernah tidur, selalu siap menghisap serta membumi hanguskan para aktivis lingkungan. Alhasil, perduli dan berjuang menjaga serta melestarikan lingkungan hidup, tantangan terberat dimasa kini.
Nurdin, aktivis lingkungan yang juga pendiri Save our Borneo (SOB), pernah merasakan ganasnya raksasa penghisap sumber daya alam (SDA) di Indonesia ini. Ancaman demi ancaman selalu menghiasi telepon selulernya. Tuduhan pembuat onar atau pengganggu merupakan gelar yang diberikan para pengelola perusahaan besar di Bumi Tambun Bungai ini.
Todongan senjata serta uber-uber atau dikejar aparat kepolisian dari satu hotel ke hotel lain, bagian dari kelamnya sejarah bangsa ini, pun pernah dirasakannya. Kejadiannya sekitar tahun 1997 silam, ketika berhasil merekam perbincangan tentang kawasan sejuta hektar lahan gambut, di Kapuas, yang sekarang ini terlantar.
“Waktu itu saya bersama teman-teman, ada merekam percakapan antara pemilik perusahaan dan pemerintah. Karena ingin mendapatkan kaset rekaman itulah kita di uber-uber. Jadi, kalau mengenai ancaman dan tuduhan suka buat onar, sudah sering dan biasa” ungkap Nurdin, kepada penyaksi.com, di Resto Kayu Manis Kota Palangka Raya, Sabtu (21/4) siang.
Meski begitu, niat dan semangat mantan Direktur Eksekutif Walhi Kalteng dua periode ini tidak kendur, sebaliknya semakin berkobar untuk memperjuangkan kelestarian lingkungan serta hak-hak masyarakat yang dirampas para kapitalis atau pemilik modal.
Sebab menurut bapak tiga anak ini, lingkungan ataupun sumber daya alam (SDA) di Indonesia khususnya Kalimantan Tengah di kuasai para kapitalis atau pemilik modal. Dimana kondisi pengurus atau penguasa bangsa ini, tidak memerdulikan kepentingan masyarakat kelas menengah kebawah.
Bahkan, kesan sekarang ini begitu tampak begitu jelas, terjadi perkawinan antara kapitalis dan birokrasi. Perkawinan ini bagaikan anak panah yang menancap ke tubuh manusia. Menancapnya cepat dan tidak begitu terasa, tapi mencabutnya sangat sulit, menyakitkan hingga berdarah-darah.
Maksudnya, para kapitalis datang membawa uang dan langsung menguasai lahan yang dianggap memberikan keuntungan berkali-kali lipat, tanpa memperdulikan izin serta pemiliknya. Sedangkan birokrasi –Eksekutif, legislative dan Yudikatif- berlomba-lomba menawarkan serta memberikan perlindungan bagi para pemilik modal tersebut.
Perlindungan tersebut terlihat dari banyaknya perusahaan tidak memiliki izin lengkap, namun tetap beraktivitas. Ditambah lagi, sulitnya masayrakat memasuki kawasan tambang maupun perkebunan karena dijadikan objek vital Nasional (Oviknas) tanpa alasan yang jelas.
“Coba lihat di gerbang-gerbang pertambangan, ada tulisan Oviknas. Apa-apaan itu, PDAM dan PLN yang jelas-jelas milik Negara, tidak ada tulisan Oviknas. Bagaimana bisa perusahaan swasta di jadikan oviknas, ini tidak masuk di akal. Saya marah dan prihatin dengan kondisi Negara yang tidak punya harga diri. Birokrasinya pun selingkuh dan kawin dengan kapitalis,” ucap suami dari Lili ini.
Nurdin menegaskan, pemanfaatan lingkungan ataupun SDA untuk kesejahteraan masyarakat harus di dukung semua pihak. Namun permasalahannya saat ini, eksploitasi atau penggalian tambang maupun pengembangan sawit, sama sekali tidak mencerminkan pelestarian lingkungan dan masyarakat hanya dijadikan buruh atau pekerja.
Jika pemerintah menginginkan kesejahteraan tercapai, masyarakat harus menjadi pemilik bukan sebagai pekerja yang kapan saja bisa diberhentikan. Faktanya sekarang ini, pemiliknya hanya segelintir orang asing.
“Untuk diketahui ya, pemilik perkebunan sawit di dunia ini hanya ratusan orang saja. Mereka-mereka ini jugalah yang bermain di Indonesia. Banyak sawit di Indonesia, tapi apa iya minyak goreng murah di Negara kita ini. Banyak perusahaan tambang, tapi apa, listrik saja kita harus mati hidup. Kemarin, kita harus menerima pemadaman listrik sampai 12 jam. Lalu buat apa banyak perusahaan Negara kita ini, kalau kita juga semakin sulit dan butuh biaya mahal untuk hidup,” tegas pendiri SOB Kalteng ini.
Pria kelahiran Banjarmasin ini, telah berkomitmen kepada dirinya sendiri akan selalu berdiri bersama masyarakat yang terpinggirkan dan lahannya direbut kapitalis melalui bantuan birokrasi, hingga tidak mampu lagi melakukan apa-apa.
Dia berharap agar masyarakat yang dulunya memiliki lahan, harus berjuang dan terus memikirkan cara agar lahannya dapat dikembalikan. Sebab, upaya mendapatkan lahan tersebut ada, hanya butuh perjuangan. Sedangkan bagi generasi muda, dia berpesan agar melestarikan lingkungan bukan sekedar sadar dan tahu, melainkan bertindak dari mulai hal-hal yang kecil.
“Memang secara ekonomi untuk aktivis lingkungan tidak ada, tapi namanya rezeki itu siapa yang tahu. Kalau saya untuk memenuhi kebutuhan hidup, ya atas bantuan teman-teman yang meminta saya meriset, fasilittor, dan lainnya. Pasti ada saja lah rezeki itu,” ucap Nurdin.
Kepedulian pria yang baru mengakhiri jabatannya sebagai dewan nasional Walhi, 17 April 2012 ini, menghantarkannya mengelilingi hampir seluruh provinsi yang ada di Nusantara ini. Bahkan, beberapa Negara, yakni, Singapura, Malaysia, Prancis hingga Jerman, pun pernah di kunjungi.
Saking pedulinya terhadap lingkungan, Nurdin bahkan ikut berdemo di salah satu kota yang ada di Negara Jerman. Dimana kota tersebut di kuasai Perusahaan raksasa di dunia, yakni PT Wilmar Group yang juga pemilik lahan perkebunan terbesar di Indonesia.
“Indonesia yang belum pernah saya datangi, ya Papua. Syarat datang kesana hanya dua, yakni kuat minum dan makan babi. Sedangkan saya tidak bisa dua-duanya. Makanya saya tidak berani datang kesana,” pungkas Nurdin sembari tertawa. Teruskan Sob...
Minggu, 23 Oktober 2011
Sewa Stand Mahal, UMKM Tersisih
Palangka Raya Fair Mayoritas di Ikuti Pemerintah
PALANGKA RAYA, Penyaksi.com_ Mahalnya harga sewa stand di event Palangka Raya membuat usaha masyarakat kecil menengah (UMKM) tersisih karena tak mambu membayarnya. Dimana, panitia pelaksana mematok harga termurah untuk satu stand sekitar Rp5 juta selama kegiatan berlangsung.
Padahal, kegiatan yang digagas Pemerintah Provinsi Kalteng bersama Pemerintah Kota Palangka Raya, dengan menunjuk event organize tiga warna promosindo sebagai pelaksana, bertujuan untuk memperkenalkan produk-produk yang dihasilkan UMKM, di wilayah Kalteng.
“Kita menyediakan 45 stand. Untuk mengenai harga tidak etis lah menyebutkannya, karena kita (tiga warna promosindo, red) sudah menyebar brosur kepada para calon pengisi stand. Tapi, untuk stand yang termurah sekitar Rp5 juta lah,” ungkap Jayzee, staff informasi tiga warna promosindo, Sabtu (22/10), kepada Radar sampit.
Jayzee menambahkan, Palangka Raya fair yang dilaksanakan selama seminggu ini berbagai dinas di Lingkungan Pemerintah Provinsi Kalteng, DInas di Lingkungan Pemko Palangka Raya, dan pemerintah Kabupaten se Kalteng.
Selain itu, beberapa Kementerian Republik Indonesia, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan BUMD, serta UMKM yang di bina BUMN dan BUMD juga turut ikut di event ini. “ Kalau jumlah UMKM secara pribadi tidak begitu banyak,” tambah Jayzee.
Sementara itu, Ketua Kamar dagang (Kadin) Kalteng, Togoyo, mengemukakan, Event Palangka Raya fair ini sangat representative(berpotensi, red) untuk memperkenalkan produk-produk yang dihasilkan UMKM dari Kalteng, khususnya Palangka Raya. Hanya, mahanya harga sewa stand membuat keterlibatan UMKM sangat minim atau rendah.
Alhasil, mahalnya harga sewa tersebut membuat masyarakat yang bergerak di UMKM berpikir ulang memasarkannya. “Sebenarnya ini tempat strategis, karena ini event nasionla. Tapi itu tadi, sewanya relative mahal. Jadinya penghuni stand kebanyakan dari unsur pemerintah,” ucap Togoyo.
Togoyo mengemukakan, selain harga sewa mahal, hal lainnya juga dikarenakan kurangnya pemahaman para UMKM dalam memanfaatkan momentum, salah satunya melalui Palangak Raya fair ini. Karena dari upaya yang pernah dilakukan Kadin Kalteng di event nasional, produk-produk UMKM asal Kalteng selalu menjadi incaran masyarakat dari daerah lain, khususnya mandau, saluang belung, pasak bumi, dan produk yang benar-benar asli Kalteng.
“Produk kita (Kalteng, red) nomor lima di Indonesia yang paling diminati. Makanya, para masyarakat yang bergelut di UMKM harus dapat memanfaatkan momentum. Jangan pernah berhenti memasarkan produk-produknya. Daripada pergi ke Jakarta memasarkan produknya, bukankah lebih baik memanfaatkan event (palangka raya fair, red) ini, harganya lebih mudah dibandingkan harus ke Jakarta,” ujar Ketua Kadin ini.
Di tempat terpisah, Kepala Disperindakop Palangka Raya, Djuan, mengatakan, dari 45 stand yang ada, hanya 10 UMKM yang terlibat, itupun binaan BUMN dan BUMD, seperti Jasa Raharja, Jamsostek, dan lainnya.
Padahal, tujuan dilaksanakannya palangka raya fair ini untuk memperkenalkan produk-produk UMKM yang ada di daerah ini. Kemudian, para UMKM juga dapat belajar dengan UMKM dari daerah lain, khususnya tingkat nasional. “harapannya kegiatan ini dapat benar-benar dimanfaatkan,” ucap Djuan.
Palangka Raya fair yang dibuka, Sabtu (22/10) sore ini, langsung di buka Gubernur Kalimantan Tengah, Agustin Teras Narang, dan turut hadir Walikota Palangka Raya, Riban Satia, dan segenap Kepala Satuan Kerja Perangkat daerah (SKPD) di lingkungan Pemprov Kalteng, maupun Pemko Palangka Raya. Teruskan Sob...
Jumat, 01 Juli 2011
Dokter Membedah Perut Pasien Dua Kali Tanpa Seizin Keluarga
Menguak Kebobrokan RSUD Doris Silvanus
Dua belahan di perut, usus masih berhamburan di luar perut. Sang Dokter memanggil dan meminta keluarga pasien ke ruang operasi untuk melihat dan mendengarkan adanya kesalahan mendeteksi penyakit. Padahal operasi tak perlu dilakukan.
PALANGKA RAYA_Penyaksi.com
Sekitar pukul 15.00 wib, seorang ibu tua merasakan sakit yang luar biasa. Sekujur punggung serasa melepuh, perut seakan di tusuk jarum dan ingin muntah-muntah. Melihat itu, suami dan anak ibu tua itu, gusar dan bimbang. Antara di bawa ke rumah sakit umum daerah (RSUD) Doris Silvanus dan tidak.
Sebab, santer terdengar di publik, isu pelayanan yang buruk, dokternya kurang profesional, dan tak lengkapnya peralatan medis. Merasa tak punya pilihan lain serta takut hal tak diinginkan terjadi, akhirnya ibu tua yang sedang meradang itupun di bawa ke RSUD Doris Silvanus.
Kala itu, kelender masehi menunjukkan Kamis, 21 April 2011. Sesampainya di UGD rumah sakit milik pemerintah daerah Kalteng itu, nenek dari delapan cucu ini pun diperiksa Dokter Penyakit Dalam, Suyato.
Sang dokter pun melihat, memegang dan menanyakan gejala, serta hal yang dirasakan pasien ke keluarganya. Setelah itu, “Sudah diinapkan saja dulu, biar dirawat di rumah sakit ini,” kata Dokter Suyanto.
Suatu pernyataan yang cukup mengejutkan bagi keluarga. Hanya diperiksa manual, dan tanpa mendiagnosa penyakit di laboratorium. Bahkan, tak ada sepatah katapun terucap tentang penyakit yang di derita si ibu tua tersebut.
Kemudian, pasien pun menginap di ruang faviliun 1 nomor 12 RSUD Doris Silvanus. selama dua hari di kamar itu, si ibu tua itu hanya dirawat biasa saja. Padahal sang pasien sudah meradang dan mempertaruhkan kehidupannya. Namun, karena dokter Suyanto harus berangkat dinas ke luar daerah, wanita kelahiran Balukon inipun, diserahkan ke dokter Faisal.
Sang dokter pengganti pun melakukan diagnosa. Ditemukanlah penyakit yang di derita si pasien, yakni usus buntu. Penyakit sudah sangat parah dan harus segera di operasi. Kemudian si dokter menyampaikan dan memberi waktu kepada keluarga si pasien untuk berunding dan memberikan keputusan paling lambat hingga pukul 12.00 wib siang. Padahal, saat mendiagnosa itu sudah pukul 10.00 pagi.
Keluarga besar si pasien tidak langsung menyatakan siap melakukan operasi, melainkan berembuk. Pada saat berembuk, isu tidak sedap tentang RSUD Doris Silvanus, jadi perbincangan menarik bagi anak perempuan dan laki-laki si ibu tua ini.
Namun, sang ayah masih mempercayakan orang-orang di RSUD Doris Silvanus, dapat melakukan pekerjaannya dengan baik. Apalagi hanya operasi kecil seperti usus buntu. Selain itu pula, sang suami tak menginginkan hal yang paling ditakutkan terjadi kepada istri tercinta dan ibu dari anak-anaknya. Akhirnya penegasan wajib segera dilakukan operasi terucap. Hasil rembuk yang otoriter, tapi jelas dan tegas.
Karena sudah setuju dilaksanakan operasi, keluarga dari ibu tua itupun menyampaikan ke perawat yang sedang berjaga. Perawat cantik itupun menelepon dokter Faisal.
Lagi-lagi, pernyataan cukup mengejutkan terucap. “Kata Dokter, konfirmasi dari keluarga pasien terlambat. Karena waktu yang diberikan sudah habis, untuk memasukkan pasien ke jadwal operasi lusa. Jadi jikalau mau, keluarga pasien menambah biaya operasi, maka akan dilakukan operasi besok,” ungkap Suster itu kepada keluarga pasien, menirukan perkataan dokter Faisal.
Hahaha…suami dan anak-anak ibu tua itu, dihadapkan pada pilihan sulit, tapi apa mau dikata, kesehatan tak bisa di cari, tapi uang dan harta, bisa di cari. Ya sudahlah, keluarga ini siap menambah dana 50 persen di luar ketentuan biaya operasi yang sewajarnya. Akhirnya, operasi pun dilakukan pada 26 april 2011, sekitar pukul 12 atau 1 siang.
Langkah yang indah menuju sehat, sekaligus hal janggal dan sangat aneh terkuak. Dokter Darmo selaku dokter yang akan mengoperasi, di temani orang bagian bius pun memulai operasi. Perut bawah bagian kanan ibu tua itu di belah, kemudian dibelah lagi secara horizontal di bagian tengah perut. Untuk bagian tengah perut, memotong kembali bekas operasi caesar yang telah ada diperutnya sejak 33 tahun silam.
Entah ada angin apa, keluarga pasien pun di panggil masuk ke ruang operasi. Dengan sigap, putri kedua dan putra bungsunya pun masuk. Mereka melihat perut ibunya telah di belah di dua tempat berbeda, usus terburai di luar perut.
Uh….hati si anak serasa tersayat. Sang dokter pun berkata, “Ada kesalahan diagnosis, pasien tidak menderita penyakit usus buntu. Tetapi kami menemukan sejenis lemak yang bergerak dan dapat menempel kesana-kemari. Lemak itulah yang membuat ibu ini sakit. Apakah operasi bisa kita lanjutkan?,” tanya dokter Darmo kepada anak-anak ibu tua itu.
Melihat kondisi tubuh ibunya sudah dibelah seperti itu, siapa yang dapat berpikir jernih. Mau tak mau, keluarga si pasien menerima bahwa operasi harus dilanjutkan. “Lakukan yang terbaik dok, yang penting ibu saya kembali seperti semula,” ucap putri kedua ibu tua itu.
Hal mengenaskan yang harus dihadapi keluarga pasien. Kengerian secara psikologis dan kesabaran pun di uji. Syukurnya, operasi berjalan sukses. Beberapa hari setelah operasi, ibu tua inipun kembali menghirup udara segar. Melihat ibunya semakin sehat, anak-anaknya pun penasaran dan ingin mengetahui penyakit yang diderita ibunya.
Merasa ada yang aneh pada saat operasi, keluarga pasien pun mempertanyakan kesalahan diagnosa laboratorium, dan pembedahan dua kali di tempat yang berbeda tanpa izin keluarga terlebih dahulu.
Saat hal itu dipertanyakan, berbagai alasan disampaikan, bahwa semua prosedur operasi sudah benar dan legal. Saking ngototnya mencari informasi ada kesalahan pihak keluarga melapor kebagian pelayanan rumah sakit dan pihak rumah sakit pun mengajak keluarga pasien untuk musyawarah.
Pertemuan pun dilakukan, perdebatan demi perdebatan pun tak terelakkan terjadi antara pihak RSUD Doris Silvanus dan Keluarga pasien. Berbagai penjelasan dengan bahasa medis pun disampaikan kepada keluarga pasien.
Merasa tidak mengerti bahasa medis, keluarga pasien menerima semua alasan. Alhasil, perdebatan dimenangkan pihak rumah sakit. Namun, kompensasinya pasien dibebaskan biaya operasi, perawatan dan kamar. Sedangkan, biaya obat-obatan yang diluar generik harus dibayar oleh pihak pasien.
Sebenarnya, bukan pembebasan biaya yang keluarga pasien harapkan, namun kejelasan tentang dua bekas operasi yang harus ditanggung oleh pasienlah yang mereka pertanyakan, (apakah operasi tersebut benar-benar perlu?). Walaupun belum ada kepuasan di hati keluarga pasien, karena penjelasan itu belum menjawab berbagai kejanggalan.
Kesulitan dan kejanggalan, tak kunjung selesai, perawat yang bertugas di pelayanan RSUD Doris Silvanus, malah mempersulit keluarga pasien mendapatkan rekam medic atau hasil laboratorium dan rontgen. Alasan tidak bisa diberikan, karena hal tersebut adalah rahasia rumah sakit dan adanya larangan dari dokter Irly, selaku kepala Pelayanan RSUD Doris Silvanus.
Merasa rekam medic wajib diberikan kepada keluarga pasien, berbagai cara pun dilakukan. Mulai dari berdebat, hingga membayar di tempat pengambilan rekam medik. Setelah itu, rekam medic baru bisa didapat.
Selang dua minggu, kondisi ibu tua itupun membaik. Suami dan anak-anak tercinta pun membawanya pulang. Namun, beberapa hari di rumah, kondisi kesehatan ibu tua itu kembali memburuk.
Merasa ada yang tidak beres, dan tak ingin membawanya kembali ke RSUD Doris Silvanus. Keluarga korban pun kembali berembuk untuk membicarakan penyakit dan dibawa kemana agar kesehatannya kembali pulih.
Hasil rembuk keluarga ibu tua ini, dibawalah ke RSCM Internasional, Berbagai persiapan untuk membawa kesana. Sampai-sampai sebagian tanah di sekitar rumah ibu tua ini pun di jual untuk biayanya.
Berangkatlah suami istri tua, ditemani ke empat anaknya. Berbagai kemungkinan dijalani, muali cek laboratorium lengkap, kontrol ke dokter bagian penyakit dalam, kemudian gastro, dan ahli syaraf.
Di RSCM Internasional itu, pelayanannya cepat, baik dan hasilnya memuaskan. Di mana, pihak rumah sakit setempat melakukan CT scan, endoskopi, dan pemeriksaan lengkap lain yang tidak dimiliki RSUD Doris Silvanus.
Hal yang miris mengetahui keminiman alat dan pengetahuan, namun mereka tetap melakukan tindakan sehingga terjadilah dua operasi di atas. Belum lagi, diagnosis yang tidak jelas. Dari pengobatan yang dilakukan di Jakarta dilakukan dalam beberapa tahap.
Dimulai dari cek laboratorium lengkap, CT Scan, dan endoskopi dari bagian mulut. Sedangkan endoskopi dari dubur tidak dapat dilakukan, karena harus melewati daerah bekas operasi, yang dilakukan RSUD Doris Silvanus.
Setelah selesai tahap itu, RSCM Internasional pertengahan Juli, akan melakukan syaraf dan endoskopi lanjutan. Sebab, bekas operasi kemungkinan telah kering dan tidak berbahaya jika dilakukan endoskopi.
Berdasarkan hasil pemeriksaan tahap pertama RSCM Internasional, ditemukan adanya bercak-bercak seperti sariawan, tepat dilambung ibu tua itu. Infeksi inilah yang mengakibatkan terjadinya rasa panas dibagian belakang, mual-mual dan perut serasa di iris silet.
Sehingga, penyakit yang ditemukan sangat bertentangan dengan yang disampaikan RSUD Doris Silvanus. Sampai-sampai ada pernyataan menyejutkan keluar dari dokter RSCM Internasional mengenai pembelahan di dua tempat yang berbeda dan harus dilakukanya operasi.
"Sabar ya ibu, bapak. Semua kita serahkan kepada Tuhan, biarlah itu urusan Dr yang bersangkutan dengan Tuhan,” ungkap anak perempuan ibu tua ini, menirukan ucapan dokter RSCM Internasional.
Bahkan, berdasarkan keterangan putri ketiga dari ibu tua itu, pasca operasi di RSUD doris silvanus, keluarga ini melewati masa-masa sulit. Ibu tua itu lebih sering duduk diam dan murung. Keceriaan yang selama ini menghiasi wajah ibundanya seakan hilang diganti tangisan, jika kejadian yang dialaminya.
Ibu tua itu merasa berpikir, operasi yang dilakukan sangat tidak penting. Sebab, kesehatannya bukannya membaik, malahan harus menanggung dua bekas operasi di masa tuanya.
Namun sebagai anak, semua anak sang ibu memberikan dukungan moral dengan berusaha membangkitkan semangat sang ibu untuk bersyukur bahwa semua telah terlewati dengan penanganan yang memuaskan dari pengobatan yang dilakukan di Jakarta.
“Saya menceritakan permasalahan ini, bukan karena menginginkan apa-apa, apalagi yang namanya uang. Tidak sama sekali, tapi saya ingin ini tidak terjadi kepada orang lain. Untung saja, tidak terjadi apa-apa kepada ibu saya, dan sekarang sudah sehat,” ucap anak perempuan korban ini, kepada Radar Sampit, baru-baru ini.
Saat dikonfirmasi, Pihak RSUD Doris Silvanus tak membantah, dan tidak juga mengakui. Pihak rumah sakit menegaskan bahwa permasalahan itu telah lama terjadi dan sudah diselesaikan secara musyawarah dengan keluarga pasien.
“Masalah ini sudah selesai, dan kita sekarang ini sedang berupaya berbenah dan meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat. Mengenai permasalahan itu, hanya ada kesalahan informasi, dan kita sudah berbicara baik-baik dengan keluarga pasien,” kata Direktur RSUD Doris Silvanus, Supriadi Budi, Kamis (30/6), di ruang kerjanya.
Supriadi menjelaskan, pada proses operasi itu, dokter yang melakukan operasi sudah benar dan legal berdasarkan standar medis. Seluruh anggota keluarga ibu tua itu, juga sudah disampaikan alasannya secara detail.
Mengenai hasil redical medic, itu sepenuhnya wewenang pihak rumah sakit, dan pasien itu sendiri. Sehingga, yang bisa memintanya adalah, pasien itu sendiri, sedangkan keluarga pasien tidak bisa. Bahkan, Pasien pun meminta rekam medic harus jelas alasannya dan untuk apa, tidak asal-asal. Karena itu diatur dalam Undang-undang.
“Kalau keluarga pasien hanya diberi resum medic, dan isinya sebenarnya hampir sama dengan redical medic. Keluarga ibu tua itu kita berikan kok resume medic itu,” ungkap Direktur RSUD Doris Silvanus, didampingi dr Mulyadi selaku Ketua Komite Medic, dr Yayu Indriani, dan dr Irly.
Direktur RSUD Doris Silvanus ini memastikan, tidak ada seorang dokter pun di dunia ini yang mau hal negative terjadi kepada pasiennya. Selalu berupaya memberikan yang terbaik agar setiap orang yang diperiksanya bisa kembali sehat. Hanya, masyarakat awam menganggap dokter itu dewa yang tidak pernah salah.
Selain itu, terkadang komunikasi yang disampaikan dokter kepada pasien maupun keluarga pasian, tak langsung dan benar-benar dipahami. Sehingga, perbedaan persepsi sering terjadi,” tutur Supriadi.
Ketua Komite Medic, dr Mulyadi, menambahkan permasalahan itu sudah disikapi RSUD Doris Silvanus, dengan melakukan audit medic. Dari hasil audit medic itu, dr Darmo secara profesi dan kedokteran sudah benar, serta sesuai prosedur kesehatan.
Disamping itu, seluruh dokter-dokter yang terlibat di permasalahan pasien ini sudah ditegur, dan diarahkan, agar terus menurus mengintrospeksi diri dan meningkatkan kemampuannya. Semua itu demi kepuasan masyarkat.
“Secara psikologis permasalahan ini mengganggu dokter yang melakukan operasi. Sehingga, secara pribadi saya meminta maaf kepada seluruh keluarga pasien,” tambah dr Yayu Indriani, dokter gigi ini. *** Teruskan Sob...
Langganan:
Postingan (Atom)